Home »
» Madu Hutan Organik Apis Dorsata dari Danau Sentarum
Madu Hutan Organik Apis Dorsata dari Danau Sentarum
Sebenarnya cluster seperti sentarum bisa diambil ibroh/pembelajarannya,.. ditingkat sosmed begitu nampak istimewa dan sejahtera, ditingkat pelaku-tangan ketiga terdapat ketimpangan perbedaan harga yg signifikan,.. termasuk juga kurangnya kontinyuitas utk mengangkat nilai dan story’nya.
Di pedalaman Kalimantan, sebuah danau yang sangat unik terhampar luas. Disini, 20 danau besar kecil membentuk sebuah komplek danau dengan luas tak kurang dari 89.000 hektar. Danau ini menyimpan kekayaan yang sangat luar biasa. Ada 675 jenis tumbuhan, 515 jenis mamalia, 310 jenis burung, 8 jenis kura-kura air tawar, 5 jenis labi-labi, 3 jenis buaya dan 265 jenis ikan endemik dapat dijumpai di Danau Sentarum. Selain itu, madu hutan organik adalah hasil alam yang menjadi unggulan.
Danau Sentarum, Taman Air yang jadi Surganya Ikan Air Tawar
Danau Sentarum sejatinya adalah daerah hamparan banjir (floodplain). Pada musim penghujan Komplek Danau Sentarum akan terendam air akibat aliran air dari pegunungan di sekelilingnya dan luapan Sungai Kapuas. Selama sembilan sampai 10 bulan dalam setahun, kawasan Danau Sentarum akan terendam hingga kedalaman 6 – 14 meter. Para ahli memperkirakan 16 triliun meter kubik air per tahun di kawasan ini.
Sebaliknya, pada musim kemarau panjang sebagian besar danau menjadi kering. Pada musim kemarau danau menjadi hamparan kering dan terkadang ditumbuhi rumput laksana padang golf. Yang tersisa hanyalah alur sungai kecil di tengahnya. Hal inilah yang menjadikan kawasan Danau Sentarum merupakan salah satu tipe ekosistem hamparan banjir paling luas yang langka dan masih tersisa dalam kondisi baik di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Keunikannya membuat Danau Sentarum diakui sebagai salah satu situs lahan basah dunia oleh Ramsar Site.
Tahun 1999 kawasan Danau Sentarum ditetapkan menjadi taman nasional. Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) mempunyai luas 127.393,4 hektar, dengan hampir 70% luas kawasan berupa hutan rawa tergenang. Kurang lebih 10.000 jiwa penduduk dari suku Melayu dan Dayak tinggal di dalam dan sekitar kawasan TNDS. Mereka adalah penduduk yang telah berpuluh-puluh tahun hidup dan bergantung pada kekayaan alam kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.
Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum juga tercatat sebagai salah satu habitat ikan air tawar terlengkap di dunia. Tak kurang dari 266 jenis ikan dapat dijumpai disini—120 jenis diantaranya adalah endemik air tawar Pulau Kalimantan. Ini melengkapi catatan 33 jenis tumbuhan dan 29 jenis mamalia endemik yang dapat dijumpai di dalam kawasan taman nasional.
Danau Sentarum menjadi sumber penghasil ikan air tawar terbesar di Kalimantan Barat. Dari sinilah ikan-ikan air tawar konsumsi masyarakat Kalimantan Barat dikirimkan. Gabus, Baung, Toman, Lais, Belida dan Jelawat adalah beberapa jenis ikan yang menjadi favorit masyarakat di Kalimantan Barat.
Banyak ikan yang unik dijumpai di Danau Sentarum. Dari segi ukuran misalnya, ada jenis ikan terkecil, yang dikenal dengan nama ikan Linut (Sundasalanx cf. microps) berukuran kurang dari dua sentimeter dengan tubuhnya yang transparan seperti kaca, hingga ikan berukuran panjang dua meter seperti ikan Tapah dari genus Wallago.
Sebagian besar orang mungkin sudah mengenal ikan Arwana (Scleropages formosus). Ikan yang oleh masyarakat Kalimantan Barat dikenal dengan nama ikan Silok ini memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan arwana adalah salah satu jenis ikan yang perdagangannya sudah menembus pasaran internasional. Jenis lain yang dikenal sebagai ikan hias malah adalah Ulang Uli (Botia macracranthus). Keduanya merupakan jenis ikan hias yang paling identik dengan kawasan Danau Sentarum.
Madu, Produk Organik Bersertifikat Lestari
Selain dikenal sebagai daerah dengan keunikan perairan dan hasil-hasilnya, Danau Sentarum juga dikenal karena madunya. Selain bergantung pada hasil perikanan, masyarakat lokal yang tinggal di sekitar danau juga sangat bergantung pada madu hutan alami khas Danau Sentarum.
Masyarakat di Taman Nasional Danau Sentarum telah membudidayakan madu secara turun temurun. Ada dua cara yang dikenal masyarakat dalam mendapatkan madu hutan. Pertama adalah mengambil langsung dari pohon, atau dikenal dengan nama madu lalau. Pohon lalau adalah jenis pohon tinggi, tempat puluhan sarang lebah bergantungan. Pohon lalau yang disukai lebah penghasil lebah madu adalah pohon rengas.
Cara kedua adalah sistem tikung. Sistem ini paling populer. Sistem tikung ini dikerjakan dengan membuat dahan tiruan dari pohon yang sudah mati sebagai sarang lebah. Tikung tersebut diletakkan dipohon-pohon sebagai sarang lebah hutan. Lebah akan mencari makan saat pohon-pohon di Danau Sentarum berbunga lalu membuat sarang di tikung-tikung tersebut. Masyarakat tinggal memetik hasilnya dari tikung-tikung yang telah sarat dengan madu tersebut.
Lebah yang “dipelihara” oleh masyarakat setempat adalah jenis Apis dorsata. Jenis lebah hutan ini hanya ada di Benua Asia khususnya Asia Tenggara. Di Danau Sentarum, lebah sangat tergantung dengan kondisi hutan. Masyarakat tidak secara khusus menanam pohon penghasil polen dan nektar—makanan lebah. Lebah-lebah ini mendapatkan makanannya dari pohon hutan yang berbunga.
Alam Danau Sentarum telah menyediakan sumber makanan yang melimpah. Masung, Putat, Kayu Taun, Marbemban, Ubah, Kawi Leban, Akar Libang dan Ringin adalah jenis pohon yang dikenal sebagai sumber pakan lebah. Lebah sangat menyukai sari bunga tanaman-tanaman ini. Jenis sumber pakan yang beragam ini menghasilkan madu hutan yang alami. Rasa madu yang dihasilkan pun sangat khas karena merupakan campuran rasa dari berbagai jenis nektar. Sebagaimana umumnya dikalangan peternak lebah, nektar dari jenis pohon tertentu memberikan variasi rasa yang berbeda.
Madu hutan Apis dorsata dari Danau Sentarum dianggap sebagai madu hutan dengan kualitas terbaik. Mengapa? Selain karena jaminan keaslian dan sifat alami madu yang dihasilkan, madu hutan dari Danau Sentarum adalah madu hutan yang pertama kali mendapatkan sertifikat organik. Madu asli Danau Sentarum diproses dengan menerapkan sistem panen lestari dan mengedepankan higienitas produknya.
Saat pemanenan, hanya kepala madu saja yang diambil, sementara anak madu dimana anak lebah berada dibiarkan tetap tak terganggu di dalam sarang sehingga populasi lebah tetap terjaga. Madu diambil dari sarangnya dengan cara diiris, diteteskan lalu disaring. Seluruh proses dilakukan secara higienis. Cara ini digunakan oleh masyarakat agar produksi madu tetap berkesinambungan.
Saat ini produksi madu dari Danau Sentarum sangat besar jumlahnya. Ini menjadi satu catatan khusus dalam hal produk hasil hutan non kayu dari kawasan konservasi. Berdasarkan data dari Aliansi Organis Indonesia (AOI) dari lima sentra penghasil madu di Danau Sentarum, diperoleh hasil panen rata-rata tahunan sebanyak 40 ton.
Kegiatan pengambilan madu dan pemukiman penduduk di dalam kawasan Taman Nasional Danau Sentarum berada di zona tradisional taman nasional, dengan luas zona tersebut mencapai 87,73% dari total luas kawasan. Apa itu zona tradisional? Zona tradisional merupakan bagian dari taman nasional yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat secara tradisional dengan tetap mengedepankan kaidah kelestarian alam.
Belajar Konservasi dari Madu
Produksi madu yang sedemikian besar tidak serta merta didapatkan. Hasil produksi madu hutan sempat menurun drastis pada tahun 1997. Saat itu, terjadi kebakaran hutan yang menghanguskan banyak sekali bagian kawasan Danau Sentarum. Akibat kebakaran hutan yang besar ini, lebah hutan hilang dari kawasan. Tercatat tiga tahun lamanya masyarakat tidak dapat memperoleh madu hutan. Tikung-tikung dan lalau-lalau peternak habis ditinggalkan oleh lebah. Sebagian besar tikung dan lalau habis terlalap api. Lebah yang tinggal didalamnya mati terpanggang sementara yang selamat melarikan diri entah kemana.
Tahun 2000 menjadi titik balik bagi para periau. Periau adalah sebutan bagi kelompok tradisional peternak lebah madu alam di Danau Sentarum dan daerah-daerah Kapuas Hulu. Setelah usahanya terseok karena kebakaran hutan hebat di tahun 1997, periau-periau di Danau Sentarum mulai sadar bahwa manisnya madu yang mereka nikmati juga membutuhkan upaya keras untuk terus menjaga keberlangsungannya. Madu tidak serta merta dapat terus mereka panen tanpa menjaga habitat lebah madu.
Masyarakat pun kemudian berinisiatif untuk menanami kembali kawasan hutan yang rusak akibat kebakaran. Banyak sekali bibit yang mereka tanam, terutama pohon-pohon yang menjadi pakan lebah. Warga mencari bibit dan menanamnya di beberapa tempat-tempat yang kosong. Lahan-lahan yang sudah kritis pun ditanami kembali.
Para petani madu pun mulai mengorganisasikan dirinya ke dalam kelompok. Mereka membentuk asosiasi peternak madu bernama Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS). Kelompok ini merupakan salah satu asosiasi periau tertua di Kapuas Hulu. Tahun 2006 adalah tonggak awal berdirinya asosiasi. Awalnya asosiasi hanya beranggotakan 5 periau, dengan dengan jumlah anggota 86 orang. Saat ini, anggota APDS sebanyak 15 periau, dengan jumlah anggota mencapai 305 orang. Satu periau rata-rata beranggotakan 10 hingga 25 orang.
Bersama Balai Taman Nasional Danau Sentarum, mereka membuat aturan dan kesepakatan bersama mengenai mekanisme pengelolaan kawasan dan mekanisme panen agar mereka tetap bisa memanen madu hutan setiap tahun. Peraturan yang telah disepakati bersama oleh pihak Taman Nasional Danau Sentarum dan APDS mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam pengelolaan madu. Salah satu aturan yang mereka sepakati adalah agar madu yang dihasilkan harus tetap organik. Ini dilakukan untuk menjaga mutu madu yang mereka hasilkan. Anggota asosiasi sadar bahwa keunggulan produk mereka adalah sifat organik dan alami madu tersebut. Inilah yang mereka jaga menjadi nilai jual yang unik.
Organisasi periau juga berperan dalam mengelola kawasan hutan. Ada aturan yang harus ditaati oleh para periau yaitu tidak diperbolehkan menebang pohon pakan lebah dan membakar hutan. Segala hal yang dianggap dapat mengganggu habitat lebah terlarang untuk dilakukan. Aturan asosiasi ini mengikat setiap anggota periau. Bila ada yang melanggar maka akan diberi sanksi. Mekanisme sanksi ini mereka putuskan dan tuangkan dalam kesepakatan bersama.
Tahun 2014 Balai Taman Nasional Danau Sentarum bersama Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan Tropical Forest Conservation Act (TFCA Kalimantan) yang terdiri dari enam lembaga diantaranya Yayasan Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Yayasan Riak Bumi, PRCF Indonesia, APDS dan WWF Kalimantan Barat menggagas untuk membangun rumah workshop madu yang berfungsi sebagai pusat informasi mengenai pengelolaan madu hutan di Danau Sentarum. Workshop madu sangat dibutuhkan APDS mengingat sarana dan prasarana organisasi APDS masih berada di salah satu rumah anggotanya. Lembaga Swadaya Masyarakat yang berada di bawah naungan AOI tersebut juga melakukan pendampingan secara intensif selama kurang lebuh 2 tahun.
Tahun 2016 Kerjasama antara Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum dengan APDS mengenai Pemanfaatan Zona Tradisional di Taman Nasional Danau Sentarum ditandatangani. Hal ini semakin memperkuat eksistensi APDS dan memungkinkan pihak Taman Nasional untuk memberikan bantuan dan penguatan kelembagaan kepada APDS.
APDS melakukan pengumpulan madu hutan secara lestari dengan mengunakan mekanisme pengawasan mutu kelompok atau internal control system (ICS), APDS memastikan bahwa madu hutan yang dikumpulkan memenuhi persyaratan sertifikasi BIOCert, SNI 01-6729-2002 dan mutu produk madu. Pemberian sertifikat organik bagi produk madu hutan merupakan yang pertama di Indonesia dan yang kedua bagi sertifikat organik yang dimiliki kelompok tani.
Kini, lebah madu telah kembali pulang ke Danau Sentarum. Masyarakat setempat kembali dapat menikmati hasil pohon yang mereka tanam beberapa tahun yang lalu. Habitat yang terjaga membuat lebah kembali datang. Habitat yang terjaga juga menjamin ketersediaan sumber pakan bagi lebah. Dengan jaminan pakan dan keamanan sarang, maka kini lebah kembali memproduksi madu.
Tercatat, sebanyak 130 ton madu hutan alami diproduksi selama kurun waktu 3 tahun dari 2012 sampai dengan 2015. Keuntungan ini masih ditambah dengan akan adanya bantuan berupa pinjaman dana bergulir dari Badan Layanan Umum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebesar satu milyar pada tahun 2017 ini. Bantuan dana ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum untuk memberikan bantuan dan pendampingan terhadap masyarat yang berada di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum. Kembalinya hutan di kawasan Danau Sentarum telah membuat para peternak kembali dapat menyesap manisnya madu Danau Sentarum.
Oleh: Ir. Arief Mahmud, M.Si., Dian Banjar Agung, M, Ilyas, S,Hut., M.Si.
Bagaimana Danau Sentarum silahkan saksikan di Youtube
Saya Bobby seorang Penggerak Swadaya Masyarakat pada Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh
WA. 085370508081
Tidak ada komentar:
Posting Komentar