Larva-larva lebah, mengambang di baskom besar. Bercampur bersama
potongan sayuran, dan sagu yang bulat. Diaduk sebentar meratakan bumbu.
Asap mengepul. Ini kapurung–penganan khas
Luwu, siap dinikmati.
Kapurung dengan lauk utama
telur lebah, tak boleh dibiarkan dingin. Berbeda dengan kapurung ayam,
atau ikan. Kapurung lebah dingin
membuat lemak naik, menutupi permukaan. Langit-langit mulut, bibir
dan lidah akan penuh lemak.
Tak hanya kapurung, telur-telur lebah biasa
juga jadi pepes. Dibungkus dengan daun pisang lalu dipanggang. Bagi sebagian
besar orang Luwu, kapurung dan pepes lebah adalah
santapan yang ditunggu-tunggu. Saat ini, mencari lebah hutan sangat sulit,
harus memasuki hutan, menapak gunung-gunung tinggi, bahkan menjajal tepi
jurang.
Biang kerok
Dulu, saya beberapa kali mengikuti perburuan lebah. Biasa malam
hari. Seorang pawang lebah akan ritual kecil. Memegang batang pohon tempat
lebah bersarang, dan mengusap-usap. Kadang badan dilumuri minyak tanah.
Pawang lebah itu memanjat pohon. Membawa obor besar dari gulungan
daun kelapa kering, kain atau karung goni. Saat mulai dekat sarang,
pawang akan menyalakan obor. Membakar sarang lebah.
Kelompok lain yang menunggu di bawah pohon biasa ikut menyalakan
api, membuat asap pekat agar lebah cepat terbang. Tak butuh waktu lama, dengan
api yang membara dari obor, lebah mudah terpanggang dan menghilang. Atau
sebagian melarikan diri.
Sarang lebah yang berwarna kecoklatan menjadi kehitaman. Pawang
menyanyat rumah lebah dengan parang tajam. Memilah-milah menjadi beberapa
potongan lalu dimasukkan ke ember.
Di bawah pohon kru lain, membawa menjauh. Bunyi dengung lebah
dengan sayap terpanggang begitu memilukan. Mengelinjang dan berusaha terbang.
Sarang-sarang lebah diteliti. Kamar tempat madu diperas dengan tangan.
Tempat kotoran ( persediaan makanan dari tepung sari tanaman) dibuang. Telur
(larva) disisihkan jadi makanan.
Siang hari, ratusan bahkan ribuan lebah tergeletak. Hangus.
Ramah lebah
Berbeda dengan perburuan madu di hutan pendidikan Universitas
Hasanuddin, Desa Bengo-bengo, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Peneliti
Lebah Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Mappatoba Sila, bersama
beberapa rekan mengembangkan penangkaran lebah Apis
trigona dengan ramah.
Saya mengunjungi penangkaran itu pekan lalu. Rumah-rumah buatan
dari kotak-kotak kayu dijejer 17 buah. Pada bagian atas diberi topi
petani, untuk melindungi dari sengatan matahari langsung.
Ketika atas kotak dibuka, beberapa lebah
trigona berukuran kecil seperti semut merah, beterbangan. Hinggap di
rambut dan lengket di kulit.
“Trigona suka dengan warna hitam dan takut air,” kata Stanislaus
Ghaji, peneliti dan instruktur penangkar lebah trigona, Universitas
Hasanuddin Makassar. Sebelum membuka kotak , katanya, mesti membasuh
topi dan beberapa bagian tubuh dengan air.
Dia membuka beberapa kotak dan mencari struktur sarang yang masih
terbangun. “Coba lihat. Yang berpendar-pendar seperti air dan berkilau itu
bakal madu. Yang kuning telur dan bagian kuning lain simpanan makanan. Mereka
membangun dan membuat bilik dengan teratur.”
Memegang sarang lebah trigona seperti lem yang mulai padat.
Kenyal. Berwarna coklat muda. Menurut Stanislaus, bahan lengket itulah yang
dikenal dengan propolis. Bahan ini dikumpulkan dari
getah bunga, buah atau pohon. Lebah membawa dengan menempelkan di kaki dan
memintal secara cermat.
Dimana tempat tempat kotoran lebah? Stanislaus membuka kotak lain
dan menemukan sarang yang ditinggalkan. Warna mulai coklat kehitaman. “Ini
adalah simpanan makanan. Simpanan makanan ini terbuat dari tumpukan tepung sari
yang menempel di lebah,” katanya.
Padahal, lebah tak pernah membuang kotoran dalam sarang. “Ini
mahluk yang benar-benar bersih.”
Trigona adalah jenis lebah madu yang dikenal luas namun peternak
kurang tertarik, karena produksi kecil. Padahal, khasiat buat bahan medis
sangat baik.
Trigona menghasilkan dua produk unggul, yakni prupolis, sebagai bahan
anti oksidan dan antibiotik. Bipret (tepung sari atau beebread)
untuk simpanan makanan–bahan formulasi produk medis, sebagai ramuan kecantikan
dan campuran makanan-minuman.
Untuk itu, melalui teknik penangkaran ramah, madu lebah tak semua
diambil. “Di Vietnam, mereka sudah melakukan, bahkan memberikan pemahaman pada
pemburu lokal menyisakan madu. Aturannya, hanya boleh 2/3 madu. Jadi lebah
dengan sisa makanan masih bertahan lama. Bahkan setiap mengambil madu, lebah
tak boleh mati,” kata Mappatoba.
Di Sulawesi Selatan, penangkaran lebah trigona sudah sejak
pertengahan 2000-an di Masamba, Luwu Utara. Beberapa peternak lebah trigona, menjaga
sumber pakan dan melestarikan, seperti pinang, tanaman palem, kelapa, puspa,
rambutan, mangga dan hampir semua tumbuhan berbunga.
“Saat ini kita baru mampu menernak trigona untuk lebah lokal.
Lebah lain teknologi dan kesiapan sumber daya belum memadai. Kalau di Jawa
puluhan tahun lalu ada lebah Apis millevera sudah diternak. Ini
lebah impor dari New Zealand.”
Persiapan paceklik
Saat musim bunga (di luar penghujan) yang berlangsung selama dua
sampai tiga bulan, lebah memproduksi madu sebanyak-banyaknya. Madu ini,
diperoleh dari proses panjang, melalui nektar bunga.
Mappatoba, menguraikan proses menghasilkan madu. Pada musim bunga,
bersamaan muncul matahari lebah pemandu yang berjumlah ratusan keluar sarang.
Lebah ini survei lapangan, mengitari ratusan kilometer mencari letak bunga
melimpah. Ketika lebah pemandu menemukan titik bunga yang tepat, mereka kembali
ke sarang.
Lebah pemandu, berkerumun di depan sarang mengikuti azimut
matahari. Melakukan tarian lebah (dancing bee) dan mendengung keras.
Lebah pekerja lapangan yang berjumlah ribuan ekor memperhatikan. “Dari tarian
inilah, lebah pekerja lapangan akan tahu, apakah sumber pakan bunga jauh atau
dekat.”
Lebah pekerja lapangan menuju titik pakan bunga. Mereka hinggap,
mencelupkan badan ke tepung sari dan menjorokkan kepala menuju putik sari untuk
mengisap nektar.
Saat menghisap nektar, lebah membuka mulut dan menjulurkan alat
hisap probosis – seperti belalai gajah namun ukuran kecil. Nektar dibawa menuju
kantong madu (honey sack) di bawah bagian dada.
Ketika kantong penuh, lebah menuju sarang.
Di sarang, lebah pekerja lapangan membuka belalai dan lebah
pekerja rumah tangga menghisap. Nektar ini dipindahkan dari satu sel ke sel
lain, untuk mengurangi kadar air dari nektar.
Setelah kadar air nektar berkurang dan dianggap pas, lebah akan
menutup dengan lapisan lilin. “Proses itu membutuhkan waktu tiga minggu. Inilah
yang dikenal dengan madu matang.”
Nektar adalah cairan manis dari bunga. Pada waktu tertentu, bila
tak ada serangga, nektar akan menguap. Pada sore hari muncul kembali. Kandungan
nektar setiap bunga hanya beberapa tetes.
Lebah menghasilkan madu sebagai persiapan makanan saat paceklik.
Madu ini menjadi bahan makanan pokok untuk ratu lebah agar terus hidup dan
bertelur untuk menjada keberlangsungan koloni . “Jika pemburu lebah mengambil
madu dengan membakar, lebah dan larva akan mati. Bisa dipastikan satu koloni
punah,” kata Mappatoba.
Dalam setiap koloni, lebah antara 2.000 hingga 3.000 dengan satu
ratu, ratusan raja (pejantan), ribuan pekerja lapangan, ribuan pekerja rumah
tangga, dan penjaga sarang. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar